Minggu, 15 Agustus 2021

PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

 

 

Kata “Pergerakan Nasional“ mengandung suatu pengertian yang khas yaitu merupakan perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada. Dengan demikian istilah ini mengandung arti yang sangat luas. Gerakan yang mereka lakukan memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki derajat bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan, wanita dan pemuda.

 

Istilah Nasional berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut mempunyai cita-cita nasional yaitu berkeinginan mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang masih terjajah.

 

A.   Faktor-Faktor Penyebab Lahirnya Pergerakan Nasional


Faktor yang berasal dari luar negeri, yaitu pada waktu itu Asia sedang menghadapi imperialisme. Hal inilah yang mendorong bangkitnya nasionalisme Asia. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga merupakan bukti bahwa bangsa timur dapat mengalahkan bangsa barat. Di samping adanya gerakan Turki Muda yang bertujuan mencari perbaikan nasib.

 

Faktor yang berasal dari dalam negeri yaitu adanya rasa tidak puas dari bangsa Indonesia terhadap penjajahan dan penindasan kolonial. Ketidakpuasan itu sebenarnya sudah lama mereka ungkapkan melalui perlawanan bersenjata melawan Belanda yang antara lain dipimpin oleh Pattimura, Teuku Cik Ditiro, Pangeran Diponegoro, dll. Namun perlawanan-perlawanan itu menemui kegagalan.   

B.   Organisasi-Organisasi Masa Pergerakan Nasional

 

1.        Budi Utomo.

 

Pada tahun 1906, di Yogyakarta dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai gagasan untuk mendirikan studiefonds atau dana pelajar. Tujuannya adalah mengumpulkan dana untuk membiayaai pemuda-pemuda bumi putra yang pandai tetapi miskin agar dapat meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan gagasannya tersebut, beliau mengadakan perjalanan keliling jawa. Ketika sampai di Jakarta, dr. Wahidin Sudiro Husodo bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa STOVIA. STOVIA adalah sekolah untuk mendidik dokter-dokter pribumi. Mahasiswa-mahasiswa tersebut antara lain Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Gunawan Mangunkusumo, Suraji, dan Gumbrek. Dr. Wahidin Sudirohusodo memberikan dorongan kepada mereka agar membentuk suatu organisasi. Dorongan tersebut mendapat sambutan baik dari para mahasiswa STOVIA. Pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Gedung STOVIA, para mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Budi Utomo artinya budi yang utama. Tanggal berdirinya Budi Utomo yaitu 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

 

2.        Serikat Dagang Islam.

 

        Revolusi Nasional Cina yang dipelopori oleh dr. Sun Yat Sen pada tanggal10   Oktober 1911 telah berpengaruh terhadap orang-orang Cina perantauan di Indonesia. Mereka segera mendirikan ikatan-ikatan yang bercorak nasionalis Cina. Kedudukan mereka di bidang ekonomi sangat kuat. Mereka menguasai penjualan bahan-bahan batik. Para pedagang batik pribumi merasa terdesak atau dirugikan. Untuk menghadapi para pedagang Cina itu, pada tahun 1911 para pedagang batik Solo di bawah pimpinan H. Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI).

 

Tujuan berdirinya Sarikat Dagang Islam adalah:

 

a.    Memajukan perdagangan.

 

b.    Melawan monopoli pedagang tionghoa, dan

 

c.    Memajukan agama Islam.

 

Serikat Dagang Islam mengalami perkembangan pesat karena bersifat nasionalis, religius, dan ekonomis. Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada tahun 1923, nama Serikat Islam diganti menjadi Partai Serikat Islam. Partai ini bersifat nonkooperasi yaitu tidak mau bekerja sama dengan pemerintah tetapi menginginkan perlu adanya wakil dalam Dewan Rakyat.

 

Sementara itu orang-orang sosialis yang tergabung dalam de Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) seperti Semaun, Darsono, dan lain-lain, mencoba mempengaruhi SI. Sejak itu SI mulai bergeser ke sosialis. Melihat perkembangan SI itu, pimpinan SI yang lain kemudian menjalankan disiplin partai melalui kongres SI bulan Oktober tahun 1921 di Surabaya. Selanjutnya SI pecah menjadi SI “putih” di bawah Cokroaminoto dan SI “merah” di bawah Semaun dan Darsono. Dalam Perkembangan SI “merah” ini bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah berdiri sejak 23 Mei 1923.


3.        Indische Partij (IP)

 

Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Pendirinya adalah dr. E.F.E Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. IP bertujuan mempersatukan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Tokoh-tokoh IP menyebarluaskan tujuannya melalui surat kabar. Dalam waktu singkat IP mempunyai banyak anggota. Cabang-cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menganggap organisasi ini membahayakan kedudukannya. Pada bulan Maret 1913, Pemerintah Hindia Belanda melarang kegiatan IP. Pada bulan Agustus tahun yang sama, para pemimpin IP dijatuhi hukuman pengasingan.

 

Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische Partij. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1912 di kalangan orang-orang Indo di Indonesia dan dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker. Cita-citanya adalah agar orang-orang yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam pemerintahan. Adapun semboyannya adalah Indie Voor de Indier (Hindia bagi orang-orang yang berdiam di Hindia).

 

Dalam menjalankan propagandanya ke Jawa Tengah, Douwes Dekker bertemu dengan Cipto Mangunkusumo yang telah meninggalkan Budi Utomo. Cipto, yang terkenal dalam Budi Utomo dengan pandangan-pandangannya yang radikal, segera terpikat pada ide Douwes Dekker. Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang berada di Bandung juga tertarik pada ide Douwes Dekker tersebut. Dengan dukungan tokoh-tokoh tersebut, Indische Partij berkembang menjadi 30 cabang dengan 7.300 orang anggota, sebagian besar terdiri atas orang-orang Indo-Belanda.

 

Indische Partij berjasa memunculkan konsep Indie voor de Indier yang sesungguhnya lebih luas dari konsep “Jawa Raya” dari Budi Utomo. Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup suku-suku bangsa lain di nusantara. Budi utomo dalam perkembangannya terpengaruh juga oleh cita-cita nasionalisme yang lebih luas. Hal ini dialami juga oleh organisasi-organisasi lain yang keanggotaannya terdiri atas suku-suku bangsa tertentu, seperti Serikat Ambon, Serikat Minahasa, Kaum Betawi, Partai Tionghoa Indonesia, Serikat Selebes, dan Partai Arab-Indonesia. Cita-cita persatuan ini kemudian berkembang menjadi nasionalisme yang kokoh, Hal ini menjadi hal pokok. Masa akhir Indische Partij terjadi ketika Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap dan diminta untuk memilih daerah pembuangan. Akhirnya ke dua tokoh tersebut meminta dibuang ke negeri Belanda. Demikian juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1918.

4.        Partai Nasional Indonesia (PNI)

 

Pada tanggal 4 Juli 1927, para pengurus Algemeene Studie Club (Kelompok Belajar Umum) di Bandung mendirikan perkumpulan baru yang dinamakan Perserikatan Nasional Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, dr. Samsi, Mr. Iskaq Cokrohadisuryo, Mr. Budiarto, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr. Sunario, dan Ir. Anwari. Perkumpulan ini kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).

 

PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu jiwa nasional (nationaale geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationnale daad). Dengan cara ini Partai Nasional Indonesia berusaha dengan kekuatan rakyat sendiri, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan budaya.

 

Pemahaman ketiga unsur itu menjadikan masyarakat sadar akan kemelaratannya dalam alam penjajahan. Kepada rakyat dijelaskan bahwa masa lampau Indonesia adalah sangat gemilang. Manusia Indonesia menurut Soekarno (tokoh PNI) dimiskinkan oleh kolonial. Manusia Indonesia yang memiliki tanah untuk mencari nafkah, tetapi tetap miskin. Manusia Indonesia yang miskin itu dinamakan Soekarno marhaen.

 

Semangat marhaen dan nasionalisme yang ditiupkan oleh Bung Karno mendapat simpati kelompok-kelompok politik. Semangat marhaen dan nasonalisme itulah yang membuat partai-partai politik semakin terbangun persatuannya. Oleh sebab itu pada akhir tahun 1927 PNI mengadakan suatu rapat di Bandung yang antara lain dihadiri oleh wakil-wakil dari Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond dan Kaum Betawi. Rapat yang dipimpin Partai Nasional itu sepakat membentuk suatu badan kerjasama yaitu Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

 

Lahirnya PPPKI mendapat respon dalam kongres PNI tahun 1928. Dalam kongres itu dikemukakan bahwa ada pertentangan tajam antara pejajah dan yang dijajah. Belanda, merupakan suatu kekuatan imperialisme yang mengeruk kekayaan bumi Indonesia. Itulah sebabnya tatanan-tatanan sosial, ekonomi dan politik Indonesia hancur lebur. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan perjuangan politik yaitu mencapai Indonesia merdeka.

 

Tidak dapat disangkal bahwa ada unsur-unsur Marxisme turut mempengaruhi sikap pergerakan nasional. Pemikiran itu disebarkan dalam rapat-rapat, kursus-kursus dan sekolah-sekolah serta organisasi-organisasi pemuda yang didirikan oleh PNI. Pers PNI yang terdiri dari surat-surat kabar Banteng Priangan (Bandung) dan Persatuan Indonesia (Jakarta) juga membantu penyebaran pandangan ini. Kegiatan PNI ini dengan pesat menarik perhatian massa. Jumlah anggota PNI pada tahun 1929 diperkirakan 10.000 orang, yang tersebar antara lain di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Makassar. Perkembangan PNI ini semakin mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda. Dengan tuduhan akan melakukan pemberontakan, tokoh-tokoh PNI, Soekarno, dkk ditangkap, kemudian diajukan ke pengadilan 18 Agustus 1930. Dalam pengadilan tersebut, Soekarno mengajukan pidato pembelaan “Indonesia Menggugat”. Tokoh-tokoh PNI tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara. Setelah tokoh-tokohnya dtangkap, PNI dibubarkan. Kemudian dibentuk PNI Merdeka (Pendidikan Nasional Indonesia) yang dipimpin Moh. Hatta dan Partindo (Partai Indonesia) yang dipimpin Sartono. Setelah keluar dari penjara Ir. Soekarno masuk Partindo.


5.        Masa Radikal


Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar dari Indonesia. Pada mulanya hanya bersifat sosial yaitu untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama para pelajar tersebut. Namun sejalan dengan berkembangnya perasaan anti kolonialisme dan imperialisme setelah berakhirnya Perang Dunia I, organisasi ini juga menginginkan adanya hak bagi bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehubungan dengan itu Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

 

Di samping itu mereka mengadakan hubungan dengan gerakan-gerakan nasional di berbagai negara di dunia, antara lain dengan Liga Penentang Tindasan Penjajah, Internasionale Komunis dan ikut serta pada kongres-kongres internasional yang bersifat humanistis.

 

Dalam perkembangannya pada tanggal 10-15 Februari 1927 Liga Penentang Tindakan Penjajahan mengadakan kongres internasional pertama di Brussel. Tujuan kongres ini adalah menentang imperialisme di dunia dan tindakan penjajahan. Dalam kongres Brussel itu hadir wakil-wakil pergerakan kebangsaan berbagai negara terjajah di dunia termasuk Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Gatot Mangkupraja, Achmad Soebardjo dan Semaun.

 

Adapun hasil-hasil yang diputuskan dalam Kongres Brussel adalah:

 

a.   Memberikan dukungan yang sebesar-besarnya kepada Pergerakan Kemerdekaan Indonesia dan menyokong pergerakan itu terus- menerus dengan segala daya upaya apa pun juga;

 

b.   Menuntut dengan keras kepada Pemerintah Belanda agar pergerakan Rakyat Indonesia diberi kebebasan bergerak, menghapus keputusan-keputusan hukuman mati dan pembuangan dan menuntut adanya pembebasan tahanan politik bagi kaum pergerakan.

 

Tindakan Perhimpunan Indonesia (PI) itu membuat Pemerintah Kolonial Belanda bertindak tegas. Empat anggota pengurus Perhimpunan Indonesia yaitu Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid, dan, Ali Sastroamidjojo ditangkap. Mereka dihadapkan pada sidang pengadilan Maret 1928. Dalam kesempatan tersebut, Mohammad Hatta mengajukan pidato pembelaan yang berjudul “Indonesia Vry”. Pemerintah kolonial Belanda ternyata tidak berhasil membuktikan kesalahannya, sehingga merekapun dibebaskan. Kejadian ini merupakan peristiwa yang penting bagi perjalanan Pergerakan Nasional Indonesia. Penentangan yang dilakukan membuat PI semakin mendapat simpati dari rakyat sehingga PI semakin besar.

 

Semangat yang tinggi untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka juga nampak pada Partai Nasional Indonesia. Dalam anggaran dasarnya ditegaskan secara jelas yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia.

 

6.        Kongres Pemuda II

 

Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang telah mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk menggalang persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926. Para pemuda menyadari bahwa nasonalisme perlu ditumbuhkan dari sifat kedaerahan yang sempit menuju terciptanya kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Namun kongres pertama ini belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

 

PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi terlibat di dalamnya. Kongres ini berusaha mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yaitu:

 

Pertama, kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.


Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

 

Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.


Dalam penutupan kongres itu pula untuk pertama kali dikumandangkan lagu Indonesia Raya dan Bendera Merah Putih dikibarkan untuk mengiringi lagu tersebut. Suasana haru yang sangat mendalam memenuhi hati para pemuda yang hadir saat itu. Sebagai tindak lanjut Sumpah Pemuda pada tanggal 31 Desember 1930 di Surakarta dibentuk organisasi Indonesia Muda, yang merupakan penyatuan dari berbagai organisasi pemuda, yaitu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Sekar Rukun, dan Pemuda Indonesia.

 

Hal itu membuat Pemerintah Belanda semakin serius mengawasi pergerakan politik bangsa Indonesia. Gubernur Jenderal De Jonge melakukan tekanan keras terhadap organisasi pergerakan nasional. Ia mempunyai hak luar biasa untuk menindak setiap gerakan nasional yang dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban. Partai politik dikenakan larangan rapat.

 

Surat kabar diberangus dan dibakar. Para pemimpinnya ditangkap dan dibuang. Tindakan pemerintah berupa penangkapan dan pembuangan para pemimpin politik inilah yang menyebabkan hubungan partai-partai politik dengan massa rakyat terputus. Pemimpin dan pengikut dipisahkan dari kegiatan politik. Polisi rahasia atau Politieke Inlichtingen Dienst (PID) selalu memata-matai setiap gerakan dan siap menindak.

 

Perjuangan moderat dan parlementer ini berlangsung dari tahun 1935-1942, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942). Tjarda cerdik dan tajam, dan ia tetap hanya memberi peluang secara parlementer serta terbatas. Hingga saat pemerintah Hindia Belanda gulung tikar, pemberian hak parlementer penuh kepada wakil-wakil rakyat Indonesia tidak pernah menjadi kenyataan.

 

Di antara partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya. Kelompok Studi Indonesia di Surabaya menyarankan agar perbedaan antara gerakan yang berasas kooperasi dan nonkooperasi tidak perlu dibesar-besarkan. Yang penting tujuan organisasi sama yaitu memperjuangkan pembebasan rakyat dari penderitaan lewat kesejahteraan ekonomi, sosial budaya, dan politik.

 

Untuk melaksanakan cita-cita kesejahteraan ekonomi maka Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) mendirikan bank, koperasi, perkumpulan tani, dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter Sutomo, pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1932, anggota PBI yang berjumlah 2500 orang dari 30 cabang menyelenggarakan kongres, kongres tersebut memutuskan bahwa PBI akan tetap menggalakkan koperasi, serikat kerja, dan pengajaran. Untuk mencapai tujuan itu maka tidak ada jalan lain yang dilakukan kecuali pendidikan rakyat diperhatikan dengan mengadakan kegiatan kepanduan.

 

Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra), Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-oraganisasi lain yang ikut bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat Ambon, Kaum Betawi, dan Tirtayasa.

 

Bergabungnya berbagai partai membuat Parindra semakin kuat dan anggotanya tersebar di mana-mana. Jumlah anggotanya meningkat pesat. Pada tahun 1936 jumlah anggotanya berkisar 3425 orang dari 37 cabang. Cita-cita Parindra pun semakin tegas, yaitu mencapai Indonesia merdeka.

 

Dalam kongresnya tahun 1937, Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad Husni Thamrin, Sukarjo Wiryapranoto, Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerja sama antar anggota cabang-cabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat menjelang runtuhnya Hindia Belanda.

 

Di samping Parindra, juga muncul organisasi lain seperti Partindo. Namun karena desakan pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936. Para pemimpinnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh yang duduk dalam Gerindo ialah Mr. Sartono, Mr. Mohammad Yamin, dan Mr. Amir Syarifuddin.

 

Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Limburg Stirum (1916-1921) dibentuk Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918. Anggota dewan dipilih dan diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia, dan bangsa-bangsa lain. Orang Indonesia yang menjadi anggota mula-mula berjumlah 39%, kemudian bertambah dalam tahun-tahun selanjutnya. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar wakil-wakil rakyat Indonesia dapat berperan serta dalam pemerintahan. Akan tetapi, dewan ini tidak mencerminkan perwakilan rakyat yang sesungguhnya, karena yang berhak memilih anggota dewan adalah orang-orang yang dekat dengan pemerintah. Wakil-wakil bumiputra tidak banyak mempunyai hak suara.

 

Meskipun demikian, partai politik yang berazaskan kooperatif mengirimkan wakil-wakilnya untuk duduk dalam Dewan Rakyat. Mereka menyalurkan aspirasi (cita-cita, harapan, keinginan) partainya melalui dewan itu. Sedang golongan nonkooperatif menganggap Dewan Rakyat hanyalah sandiwara dan mereka tidak mau duduk dalam dewan itu.


Golongan kooperatif berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada tahun 1930, Mohammad Husni Thamrin, anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional guna memperkuat barisan dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut penghapusan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda tentang penangkapan dan pengasingan pemimpin perjuangan Indonesia serta pemberangusan pers.

 

Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan rakyat, menyampaikan petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri (otonomi) secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun. Jawaban terhadap petisi Sutarjo baru diberikan oleh pemerintah dua tahun kemudian. Dapat dipastikan bahwa tuntutan untuk otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini memberi peluang yang mengancam runtuhnya bangunan kolonial. Meskipun demikian, para nasionalis tetap gigih memperjuangkan tuntutan itu lewat forum parlemen semu tersebut.

 

Kegagalan Petisi Sutarjo bahkan menjadi cambuk untuk meningkatkan perjuangan nasional. Pada bulan Mei 1939, Muh. Husni Thamrin membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia. Pasundan, Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. Tujuannya ialah agar terbentuk kekuatan nasional tunggal dalam menghadapi pemerintah kolonial. Selain itu, ancaman perang makin terasa karena Jepang sudah bergerak makin jauh ke selatan dan mengancam Indonesia.

 

GAPI mengadakan aksi dan menuntut Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia, Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi kemurahan hati pemerintah.

 

Untuk mencapai cita-cita GAPI ini maka pada tanggal 24 Desember 1939 dibentuk Kongres Rakyat Indonesia. Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda agar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional.

 

Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan diberikan setelah Perang Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah perang di Eropa yang kemudian berkembang menjadi Perang Dunia II. Tuntutan GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941. Komisi yang diketuai Visman ini bertugas menyelidiki keinginan golongan-golongan masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diinginkan.

Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masayarakat Indonesia yang pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan komisi Visman tidak memuaskan. Komisi hanya sekedar memberi angin atau berbasa basi kepada kaum nasionalis Indonesia dan tidak sungguh-sungguh menanggapi perubahan ketatanegaraan Indonesia.

 

Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia.

 

Meskipun demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :

 

1.     Pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;

 

2.     Penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;

 

3.     Pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.12

 

Untuk menguatkan perjuangan GAPI, KRI, diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14 September 1941. Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik, organisasi Islam, federasi serikat sekerja, dan pegawai negeri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung dalam MRI, namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk sampai masuknya Tentara Militer Jepang.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUMBER DAN TEORI MASUKNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA

            SUMBER MASUKNYA AGAMA DAN KEBUAYAAN HINUD-BUDHA DI INDONESIA a. Sumber Dari India Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapa...