Selasa, 22 September 2020

PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

 



A.    Perang Dunia II di Kawasan Asia Pasifik

Perang Pasifik, yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur Raya dan di Tiongkok sebagai Perang Perlawanan terhadap Agresi Jepang) (kang-Ri zhanzheng), terjadi di Samudra Pasifik, pulau-pulaunya, dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1937 dan 1945, namun peristiwa-peristiwa yang lebih penting terjadi setelah 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Amerika Serikat dan wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya serta banyak negara lainnya.

Perang ini dimulai lebih awal dari Perang Dunia II, yaitu pada tanggal 8 Juli 1937, oleh sebuah insiden yang disebut Insiden Jembatan Marco Polo. Peristiwa tersebut menyulut peperangan antara Tiongkok dengan Jepang. Konflik antara Jepang dan Tiongkok dan beberapa dari peristiwa dan serangannya yang penting juga merupakan bagian dari perang tersebut. Perang ini terjadi antara Jepang dan pihak Sekutu (yang termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia Baru). Uni Soviet berhasil memukul mundur Jepang pada 1939, dan tetap netral hingga 1945, saat ia memainkan peranan penting di pihak Sekutu pada masa-masa akhir perang. Untuk mempelajari pelajaran-pelajaran selanjutnya, peserta sebaiknya memahami dan mempelajari masa Pendudukan Jepang terlebih dahulu.

Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang, yang menjadi sekutu Jerman, menyerang pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour (Pasifik). Sejak itu, Perang Pasifik, yaitu bagian Perang Dunia II di wilayah Pasifik, dimulai. Sebulan sesudah itu, Jepang masuk dan menyerang Indonesia, mulai dari Tarakan (Kalimantan Timur), kemudian Sumatera dan dilanjutkan Pulau Jawa pada dua minggu kemudian.

Pemerintah Hindia Belanda memaklumkan perang pada Jepang lima jam setelah penyerbuan Pearl Harbour, tetapi pasukannya tidak sebanding dengan pasukan Jepang yang menyerbu Indonesia. Belanda hanya memiliki 4 divisi sedangkan Jepang menyerang dengan 6 sampai 8 divisi, sehingga tidak mengherankan bila Gubernur Jenderal Tjarda menyerah tanpa syarat pada Jepang di Kalijati pada 8 Maret 1942. Kekalahan itu ditandatangani oleh Panglima tentara Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten, sedang pihak Jepang diwakili oleh Jenderal Hitosyi Imamura. Dengan masuknya Jepang tidak berarti Pergerakan Nasional Indonesia akan berhenti. Gerakan Petisi seperti Wibowo dan Soetarjo yang muncul pada tahun 1936-an tetap menjadi landasan perjuangan kaum pergerakan di masa Jepang. Tujuan pergerakan ini adalah memberikan pemahaman agar pemerintah militer Jepang dapat lebih memahami rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.

B.     Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang

Perlawanan secara Legal

1.      Gerakan Tiga A

Gerakan ini  disebut Tiga  A  karena  semboyannya  yang  terdiri atas tiga macam:

a)      Nippon pelindung Asia

b)      Nippon cahaya Asia

c)      Nipppon pemimpin Asia

Gerakan ini diketuai Oleh Mr. Syamsuddin, tokoh Parindra Jawa Barat. Gerakan ini tidak banyak menarik rakyat. Oleh karena itu pemerintah Jepang membubarkan gerakan ini pada tahun 1943 sebagai gantinya dibentuk Putera.

2.      Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Organisasi  ini  dibentuk  pada  1  Maret 1943  di  bawah pimpinan empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Dr. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH. Mas Mansyur. Mereka dianggap mewakili aliran-aliran yang terdapat dalam masyarakat Indonesia. Karena organisasi ini terlalu bersifat nasional, maka pada tahun 1944 dibubarkan oleh pemerintah Jepang dan kemudian membentuk Jawa Hokokai.

3.      Perhimpunan Kebangkitan Jawa (Jawa Hokokai)

Pimpinan dari organisasi ini di bawah komando militer Jepang. Organisasi ini tersusun dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Jawa Hokokai dibentuk karena perang sudah semakin meningkat. Rakyat dituntut agar memberikan pengabdian yang maksimal dan bersedia mengorbankan diri serta mempertebal rasa persaudaraan.

4.      Pembela Tanah Air (Peta)

Pembela  Tanah Air (Peta) dibentuk  pada  tahun 1943, yang merupakan kesatuan militer bersenjata yang dibentuk atas inisatif Gatot Mangkupraja. Di sini pemuda-pemuda Indonesia dilatih kemiliteran Jepang untuk keperluannya. Ternyata Peta inilah nantinya merupakan tenaga inti untuk membela Republik Indonesia. Jepang memanfaatkan pendirian PETA untuk mengerahkan tenaga dalam rangka menghancurkan Sekutu, yang dianggap merupakan kemenangan terakhir.

5.      Masyumi (Majelis Syuro Muslimin)

Meskipun  Jepang  mengekang  aktivitas  semua  kaum nasionalis, namun golongan nasionalis Islam mendapat perlakuan lain. Golongan ini memperoleh kelonggaran, karena dinilai paling anti Barat. Jepang menduga bahwa golongan ini akan mudah dirangkul. Sampai bulan November 1943, Jepang masih memperkenankan berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Para pemuka agama diundang ke Jakarta oleh Gunseikan Mayor Jendela Okazaki, untuk mengadakan penukaran pikiran. Hasilnya adalah MIAI diakui sebagai organisasi resmi Umat Islam, dengan syarat harus mengubah asas dan tujuannya.

6.      Chou Singi-In

Memasuki awal tahun 1943 Jepang mulai melemah. Mereka mengalami kekalahan beruntun di berbagi front pertempuran. Pada tanggal 8 Januari 1943, Perdana Menteri Tojo mengumumkan secara resmi bahwa Filipina dan Birma akan memperoleh kemerdekaannya pada tahun itu juga, sedangkan mengenai Indonesia tidak disinggung sama sekali. Pernyataan itu dapat menyinggung perasaan kaum nasionalis dan rakyat Indonesia umumnya. Oleh karena itu, Perdana Menteri Tojo menganggap perlu mengirim Menteri Urusan Asia Timur Raya, Aoki, ke Jakarta awal bulan Mei 1943. Aoki adalah Menteri Jepang pertama kali yang ada di Indonesia. Sehubungan dengan pertemuan tokoh-tokoh empat serangkai dengan Menteri Aoki itulah, maka pada tanggal 7 Juli 1943, Tojo datang ke Jakarta.

C.    Dampak Pendudukan Jepang dalam Berbagai Aspek Kehidupan

1.      Bidang Politik

Sejak masuknya Jepang di Indonesia, organisasi yang berkembang pada saat itu dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan Jepang. Tetapi pemerintah Jepang masih membiarkan kesempatan pada golongan nasionalis Islam karena dinilainya sangat anti-barat, sehingga organisasi MIAI masih diperbolehkan tetap berdiri, tetapi karena perkembangannya dianggap membahayakan Jepang, akhirnya MIAI dibubarkan dan diganti dengan Masyumi.

2.      Bidang Pendidikan

Pendidikan zaman Jepang mengalami perubahan secara drastis. Dimana sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan dengan kepentingan perang. Siswa wajib mengikuti latihan dasar kemiliteran. Jepang juga menanamkan semangat Jepang dan siswa wajib menghapal lagu kebangsaan Jepang. Para guru diharuskan mengikuti kursus bahasa Jepang. Juga diwajibkannya menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah untuk menggantikan bahasa Belanda. Melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan merealisasikan konsepsi ”Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”.

3.      Bidang Ekonomi

Pada pendudukan Jepang, kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang Jepang. Jepang berusaha menguasai sumber bahan mentah untuk industri Jepang. Sebagian hasil panen harus diserahkan kepada pemerintah. Rakyat diperbolehkan memiliki 40% hasil panen mereka, 30% disetor ke koperasi dengan harga yang ditetapkan pemerintah dan sisa 30% disediakan untuk bibit dan harus disimpan di lumbung desa. Kadang-kadang semua itu dirampas oleh Jepang sehingga rakyat hanya makan keladi yang gatal, ubi jalar atau bekicot serta makanan lain yang tidak layak. Selain itu, Jepang juga mengharuskan kaum pria yang muda dan sehat serta produktif untuk menjadi serdadu pekerja (Romusha). Akibatnya tidak sedikit nyawa yang terenggut saat itu.

4.      Bidang Budaya

Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk dapat menanamkan kebudayaannya. Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat ke arah matahari terbit. Hal ini berarti bahwa cara menghormat tersebut merupakan salah satu tradisi Jepang untuk menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari.

5.      Militer

Untuk memenuhi kepentingan perang Asia Timur Raya yang memerlukan banyak tentara, pemerintah Jepang berusaha mengerahkan potensi rakyat Indonesia dengan membentuk pendidikan semi-militer dan militer, seperti: Seinendan, Keobodan, Heiho, dan PETA. Meskipun pengerahan tersebut dilaksanakan untuk kepentingan Jepang, namun bangsa Indonesia mendapat keuntungan besar dari proses pendidikan militer ini. Hal ini terasa gunanya pada saat bangsa Indonesia menghadapi sekutu dan Belanda yang menjajah kembali Indonesia tahun 1945 – 1949.

6.      Bahasa Indonesia

Jepang berusaha menghapus pengaruh barat di Indonesia. Antara lain dengan pelarangan penggunaan Bahasa Belanda di sekolah-sekolah dan pertemuan resmi. Bahasa yang boleh digunakan adalah bahasa Indonesia disamping bahasa Jepang. Demikian pula buku-buku pelajaran maupun yang berbentuk sastra, menggunakan bahasa Indonesia.

D.    Aktivitas Perjuangan dalam Mempersiapkan Kemerdekaan

1.      Sidang pertama (29 Mei – 1 Juni 1945)

Dalam   sidang   pertama   ini,  pembicaraan  dipusatkan  pada   usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara Indonesia merdeka dengan membahas berbagai usul dari peserta sidang. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan buah pikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka :

a)      Kebangsaan Indonesia

b)      Internasionalisme

c)      Mufakat atau Demokrasi

d)     Kesejahteraan Sosial

e)      Ketuhanan Yang Maha Esa

Kelima asas yang diusulkan Ir. Soekarno sesuai dengan petunjuk seorang ahli bahasa diberi nama Pancasila. Oleh karena itu setiap tanggal 1 Juni dikenal sebagi hari lahirnya Pancasila. Kemudian tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk panitia perumus yang tugasnya untuk membahas dan merumuskan hasil sidang pertama. Panitia perumus tersebut dikenal dengan nama panitia kecil atau panitia 9, karena beranggotakan 9 orang:

1)      Ir. Soekarno (Ketua)

2)      Drs. M. Hatta (Wakil)

3)      K.H. Wachid Hasyim (Anggota)

4)      Kahar Muzakir (Anggota)

5)      Mr. A.A. Maramis (Anggota)

6)      Abikusno Tjokrosurojo (Anggota)

7)      H. Agus Salim (Anggota)

8)      Mr. Achmad Subarjo (Anggota)

9)      Mr. Moh. Yamin (Anggota).

Sebagai tindak lanjut dari sidang pertama maka direkomendasikan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) tanggal 22 Juni 1945 yang berisi rumusan dasar negara dan rancangan Pembukaan UUD. Adapun rumusan dasar negara berdasarkan piagam Jakarta adalah:

1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya

2.      Kemanusian yang adil dan beradab

3.      Persatuan Indonesia

4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sidang Kedua (10 Juli – 16 Juli 1945)

Pada sidang yang kedua BPUPKI berhasil membentuk tiga panitia:

a.       Panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno

b.      Panitia Pembela Tanah Air yang diketuai Abi Kusno

c.       Panitia keuangan dan perekonomian yang diketuai Moh. Hatta

Panitia  perancang  dalam  sidangnya  tanggal  11  Juli  1945  menerima konsep naskah pembukaan UUD yang diambil dari piagam Jakarta. Panitia perancang kemudian membentuk panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Mr. Supomo. Ia bertugas menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Tanggal 13 Juli 1945, pembentuk Tim Panitia Kecil yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas laporan hasil kerja Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai Mr. Supomo. Dalam rapat Pleno tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno :

1.      Pernyataan Indonesia merdeka

2.      Pembukaan UUD

3.      Batang Tubuh UUD

Setelah melalui sidang yang alot, hasil kerja Panitia Perancang UUD akhirnya diterima BPUPKI. Hal itu merupakan momentum penting dalam menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia. Rumusan yang telah disempurnakan dan diterima secara bulat oleh sidang tersebut kemudian dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945.

MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU

 



Orde Baru adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

 

Kelahiran Orde Baru ini tidak dapat dipisahkan dari peristiwa G 30 S/PKI dan dikeluarkannya Supersemar 1966. Terbitnya Supersemar merupakan sarana bagi upaya penyelesaian kemelut politik yang menimpa bangsa Indonesia sebagai akibat pemberontakan G 30 S/PKI.

 

A.     Lahirnya Orde Baru

 

Gerakan 30 September 1965 untuk sementara memang berhasil membingungkan masyarakat. Namun dengan cepat pemerintah dapat menguasai keadaan. Setelah itu dilakukan upaya pembersihan terhadap oknum-oknum yang terlibat G 30 S/PKI, demikian juga di daerah-daerah. Partai-partai dan organisasi masa yang tergabung dalam Front Pancasila, KAMI, KAPI, dan KAPPI bergerak untuk mengadakan aksi pembersihan terhadap semua oknum yang terlibat G 30 S PKI.

 

Sampai awal Desember operasi militer terhadap pemberontakan dapat dikatakan sudah berakhir tetapi penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum ada tanda-tanda dilaksanakan. Sehingga terjadi krisis politik. Demikian juga bidang ekonomi, keadaannya semakin parah. Kesejahteraannya jauh merosot, antara lain karena laju inflasi yang mencapai 650%. Hal itu semakin parah dengan adanya devaluasi nilai rupiah, kenaikan tarif dan jasa serta kenaikan harga BBM pada 3 Januari 1966.

 

Masyarakat dengan dipelopori kesatuan-kesatuan aksi meminta agar kenaikan harga ditinjau kembali. Permintaan itu tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. Demikian juga dalam menyelesaikan kemelut politik tidak mencerminkan upaya untuk mengatasi gejolak yang timbul. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan masyarakat yang akhirnya meledak dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Pada tanggal 10 Januari 1966 masyarakat dengan dipelopori KAMI dan KAPI menyampaikan tiga tuntutan rakyat (TRITURA) kepada pemerintah yaitu:

a.      Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.

 

b.      Pembersihan kabinet Dwikora, dengan sasaran jangka panjang berupa pemerintahan yang efisien, kompak, dan efektif.

 

c.       Penurunan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, dengan konsekuensi jangka panjang rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi.


Meskipun Tritura sudah diajukan, namun tidak ada tanggapan dari DPR Gotong Royong dan MPRS. Partai Komunis Indonesia dan simpatisannya masih bertahan di kabinet. Itulah sebabnya kesatuan aksi makin marah dan terjadilah demonstrasi secara besar-besaran untuk menyampaikan amanat penderitaan rakyat. Demonstrasi yang membawakan suara hati nurani rakyat ini juga disebut “DPR Jalanan”.

 

Demonstrasi jalanan ini merupakan wujud gerakan anti pemerintah. Akan tetapi pemerintah bertahan pada pendiriannya, bahkan membubarkan Kabinet Dwikora dan membentuk kabinet baru. Namun Kabinet yang baru dibentuk, yang merupakan “penyempurnaan” kabinet lama, justru diisi oleh orang-orang PKI. Kabinet Dwikora yang disempurnakan inilah yang terkenal dengan nama “Kabinet Seratus Menteri”.

 

Demonstrasi yang dipimpin oleh KAMI dan KAPPI kemudian berhadapan dengan pasukan pemerintah. Para demonstan terus mendesak sampai ke Istana Merdeka. Pasukan pemerintah yang terdesak berusaha menahan para demonstran dengan tembakan. Dalam peristiwa itu seorang mahasiswa UI yaitu Arif Rakhman Hakim tertembak dan gugur sebagai pahlawan Ampera. Suasana di Ibukota semakin tegang. Hampir setiap hari terjadi demonstrasi untuk mewujudkan Tritura.

 

Untuk mengantisipasi situasi yang semakin kacau itu, maka pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan sidang Kabinet di Istana Negara. Tujuan sidang ini adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sidang ini dijaga sangat ketat oleh pasukan kawal istana. Selain itu ternyata di sekeliling istana terlihat ada sekelompok “pasukan liar” yang tidak menggunakan identitas lengkap dari kesatuannya. Para peserta sidang khawatir bila “pasukan liar” ini akan memperkeruh suasana.

 

Sementara sidang berlangsung, Presiden Soekarno menerima laporan tentang adanya pasukan tak dikenal di sekitar istana. Untuk menghindari segala kemungkinan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II, Dokter Leimena. Presiden kemudian meninggalkan istana menuju Bogor dengan helikopter. Beliau diikuti oleh Waperdam I, Dr. Subandrio, dan Waperdam III, Chaerul Saleh. Waperdam II, Dokter Leimena kemudian membubarkan sidang dan menyusul ke Bogor.

 

    Tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Makhmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad. Setelah membahas masalah pemulihan keamanan dan ketertiban, maka pada tanggal 11 Maret itu juga tiga orang perwira tinggi tersebut pergi menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor. Ketiga perwira tinggi itu diterima oleh Presiden Soekarno, yang didampingi oleh Waperdam I, II, dan III. Mereka melaporkan kepada Presiden tentang suasana di Jakarta dan kesiapan ABRI untuk mengatasi suasana jika terjadi sesuatu. Namun usaha ini hanya akan berhasil jika presiden memberikan kekuasaan penuh kepada seseorang yang diberi tugas untuk mengatasi situasi Adanya laporan tiga perwira di atas, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai pimpinan Kostrad. Surat Perintah inilah yang dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Supersemar ini antara lain berisi instruksi agar Letnan Jenderal Soeharto  mengambil tindakan yang dianggap perlu  untuk     menjamin keamanan, ketenangan, ketertiban, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Letnan Jenderal Soeharto, selaku pengemban  Supersemar segera mengambil kebijaksanaan dan langkah tegas terhadap perkembangan politik yang tidak menentu. Satu demi satu Tritura dipenuhi. Yang pertama dilakukan ialah pembubaran PKI serta ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Kedua adalah pengamanan 15 orang menteri yang berindikasi terlibat G 30 S/PKI atau diragukan i’tikad baiknya dalam memulihkan keamanan. Pengamanan menteri-menteri terjadi pada tanggal 18 Maret 1966. Tritura yang kedua dapat dipenuhi oleh Letnan Jenderal Soeharto. Unsur-unsur dan pengaruh PKI dibersihkan. Anggota PKI dan yang berindikasi terlibat PKI diberhentikan keanggotaannya dari DPRGR dan MPRS. Jawatan dan kantor-kantor juga dibersihkan dari aparatur yang kena pengaruh komunis.Pemerintah kemudian mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan penyimpangan-penyimpangan dari UUD 1945 dalam lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam Sidang Umum IV MPRS tanggal 20 Juni-5 Juli 1966, dihasilkan ketetapan-ketetapan politik sesuai dengan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru adalah pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pemerintahan ini berlangsung sejak berlakunya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, yang menggantikan pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno (1945-1966). Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh pelaksanaan  Pancasila  dan  UUD  1945  secara  murni  dan konsekuen. Orde Baru   mempunyai dua   landasan,   yaitu   landasan  falsafah  dan    ideologi Pancasila, dan landasan konstitusional berupa UUD 1945. Lahirnya     Orde       Baru     berarti       dimulainya   lembaran     baru    dalam sejarah Indonesia. Baik lembaran yang berisi tatanan peri kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, maupun lembaran yang berisi pembangunan moral dan fisik menuju masyarakat adil dan makmur, dilandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

B.     Stabilisasi dan Rehabilitasi

 

    Tuntutan Tritura yang ketiga yaitu perbaikan dan stabilitas ekonomi hanya dapat dilakukan dengan pembangunan di segala bidang. Akan tetapi pembangunan hanya dapat berjalan lancar jika negara berada dalam keadaan aman dan tertib. Oleh karena itu sebelum pembangunan nasional dimulai diperlukan dahulu stabilitas nasional.Program pertama yang dilakukan adalah pembaharuan kabinet. Kabinet untuk menstabilitaskan ekonomi dan keamanan disebut Kabinet Ampera.  Dalam masa Kabinet Ampera I & II (1966-1968), Departemen Keuangan mengemban tugas melaksanakan program stabilitas  ekonomi  dan keuangan negara yang meliputi bidang moneter termasuk di dalamnya  menjaga stabilitas intern dan ekstern nilai mata uang Indonesia. Untuk  mengatasi situasi  perekonomian dan  keuangan yang sangat buruk serta dalam rangka stabilitas ekonomi, pemerintah menetapkan serangkaian kebijaksanaan, yakni:


a.   Penyesuaian pengeluaran negara dengan pendapatan negara, sehinga terdapat keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan (Balance Budget) yang dituangkan dalam Undang-undang, APBN No.13 Tahun 1967 tanggal 30 Desember 1967 yang juga menjadi dasar hukum pelaksanaan APBN 1968/1969.

b.    Penekanan inflasi dan peningkatan nilai rupiah.

c.    Penjadwalan beban pembayaran utang luar negeri warisan masa lampau yang seluruhnya berjumlah US$ 2,4 milyar dan di lain pihak juga berusaha untuk mendapat kredit baru guna membiayai belanja pembangunan. Selain itu, dalam komperensi “rescheduling” hutang-hutang luar negeri dengan pihak kreditor, dihasilkan persetujuan:

 

a.    Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun dari tahun 1970 s.d. 1999.

 

b.    Pembayaran dilaksanakan secara angsuran dengan jumlah yang sama setiap tahun.

 

c.    Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga sedangkan pembayaran kembali bunga pinjaman dilaksanakan dalam 15 angsuran tahunan mulai 1985.

 

d.    Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip non discriminatif, baik terhadap negara kreditor, maupun terhadap sifat dan tujuan kredit. Untuk melaksanakan Keputusan Presidium Kabinet No.15/U/KEP/8/ 1966

C.   Pembangunan Nasional

 

Prioritas utama tahap pembangunan nasional adalah stabilitas politik. Tindakan ini dilakukan berdasarkan pengalaman sejarah pada masa Liberal dan masa Demokrasi Terpimpin sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Karena itu dalam Kabinet Pembangunan Nasional I, mula-mula yang mereka lakukan adalah menghilangkan pertentangan politik. Dualisme Kepemimpinan adalah bagian pertama yang harus segera diselesaikan. Dualisme Kepemimpinan ini berakhir pada tanggal 22 Februari 1967. Ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Letnan Jenderal Soeharto

 

Namun secara resmi serah terima jabatan baru dilaksanakan setelah Sidang Umum MPRS yang berlangsung tanggal 7-12 Maret 1967.

 

Dalam Sidang Umum V MPRS tanggal 21-30 Maret 1968, Letnan Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden RI sampai terpilih kembali melalui Pemilihan Umum. Dengan terpilihnya Jenderal Soeharto ini kemudian dibentuk Kabinet Pembangunan.

Tugas utama Kabinet Pembangunan  adalah:

 

1.    Menciptakan Stabilitas Politik dan Ekonomi

 

2.    Menyusun dan melaksanakan rencana Pembangunan Lima tahun Tahap pertama

 

3.    Melaksanakan Pemilihan Umum

 

4.    Mengikis habis sisa-sisa G 30 S/PKI

 

5.    Membersihkan aparatur negara di pusat dan di daerah dari pengaruh PKI.

 

Keberhasilan stabilitas politik ditunjukkan oleh hasil penentuan pendapat rakyat (pepera) di Irian Barat pada tahun 1969. Irian Barat memilih bersatu dengan Republik Indonesia. Di samping itu pemerintah juga berhasil mengembalikan stabilitas politik luar negeri antara lain dengan :

 

1.        Berakhirnya Konfrontasi dengan Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966.

 

2.        Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September1966.

 

3.        Pembentukan ASEAN 8 Agustus 1967.


Dalam sektor ekonomi Kebijaksanaan Pemerintah diarahkan untuk memperbaiki neraca pembayaran yang ditunjang dengan tersedianya cadangan devisa yang cukup memadai. Di samping itu terjadinya keseimbangan moneter dan anggaran pendapatan belanja negara yang berimbang dan dinamis. Untuk mencapai hal ini, maka dikeluarkan paket kebijaksanaan 1 April 1976. Sasaran pokok kebijakan ini adalah mendorong ekspor di luar minyak dan gas bumi sebagai sumber pendapatan negara.


    pada tanggal 15 November 1978 diambil kebijaksanaan yang menurunkan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dengan 33,6% dari Rp 415,00 per US dolar menjadi Rp 615,00 per US dolar. Sedangkan untuk meningkatkan persediaan dalam negeri dilakukan peningkatan kesadaran pajak masyarakat, penyempurnaan efisiensi kerja setiap departemen.

 

Untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah ini dan untuk menyelesaikan perkembangan pelaksanaan tugas yang semakin kompleks, diperlukan susunan tata kerja Departemen Keuangan yang lebih sempurna. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden RI Nomor 44 dan 45 tahu 1974, Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan Nomor KEP-405/MK/6/4/1975 menetapkan pembentukan unit organisasi baru sebagai berikut :

 

a.       Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan (BPLK), yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan pendidikan/latihan yang dirasa semakin meningkat bagi seluruh pegawai.

b.       Pusat  Penelitian dan Pengembangan Keuangan (Puslitbang  Keuangan),

 

yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembinaan semua unit-unit penelitian dan pengembangan di lingkungan Departemen Keuangan.

c.        Kantor Wilayah, yang merupakan perwakilan departemen di daerah.

Di samping itu, pada tahun 1976 kembali dilakukan perubahan-perubahan yaitu :

 

1.      Dibentuknya Pusat Analisa Informasi Keuangan (PAIK), yang bertugas melakukan pembinaan dan pengembangan dalam pengolahan data.

 

2.      Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 52 tahun 1976, dibentuk Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, dan bertugas mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui pasar modal, menyelenggarakan bursa pasar modal yang efektif dan efisien serta terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya melalui pasar modal.

 

3.      Terbitnya Instruksi Menteri tentang Pengalihan tugas Direktorat IPEDA dari Direktorat Jenderal Moneter ke Direktorat Jenderal Pajak.

 

4.      Pembentukan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), serta beberapa penyempurnaan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan BPLK.

 
 

Pada Kabinet Pembangunan III, kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah adalah dilakukannya penyempurnaan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang telah dilaksanakan pada kabinet sebelumnya terutama untuk meningkatkan sumber-sumber dalam negeri guna meningkatkan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan yang semakin meningkat. Kejadian yang sangat mengganggu perekonomian bangsa

 

    Indonesia adalah turunnya harga minyak bumi secara tajam sehingga memaksa pemerintah untuk mendevaluasikan mata uang rupiah sebesar 27,8% dari Rp 700,00 per US dolar menjadi Rp 970,00 per US dolar pada bulan Maret 1983 guna mengamankan pembangunan neraca pembayaran.

Untuk lebih memantapkan pengawasan serta guna menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pemerintah dan pembangunan, Departemen Keuangan mengadakan perubahan organisasi dan membentuk unit-unit kerja baru sejalan dengan perluasan tugas pokok dan fungsinya.

Adapun unit-unit baru tersebut adalah:

 

a.        Direktorat Jenderal Moneter, dikembangkan menjadi Direktorat Jenderal Moneter Dalam negeri dan Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri.

 

b.        BPLK, terjadi perluasan dalam struktur organisasi BPLK. Pusdiklat Kebendaharaan Umum, berganti nama menjadi Pusdiklat Anggaran dan dibentuk Pusdiklat Keuangan Umum sebagai penyelenggara diklat bagi Setjen, Ditjen Moneter Dalam dan Luar Negeri, BUPN, BAPEPAM, BPLK, PAIK serta Perjan Pegadaian. Selain itu, Pusdiklat akuntansi menjadi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Dan yang terakhir adalah dihapusnya Pusdiklat Pengawasan yang kemudian dibentuk Pusdiklat Pegawai.

 

c.        BUPN, dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/1982 ditetapkan pembentukan, pengaturan mengenai nama, tempat kedudukan daerah wewenang cabang BUPN dan Kanwil BUPN.

 

d.        Direktorat Jenderal Pajak, terjadi penyempurnaan organisasi dan Ditjen. Pajak yang meliputi peningkatan tipe kantor Inspeksi Ipeda dan pembentukan kantor dinas Ipeda Tk. I dan II.

 

e.        Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN), pada tahun 1983 dilakukan pengalihan tugas dari DJPKN Departemen Keuangan

f.         Kebijaksanaan pembangunan berlandaskan pada Trilogi Pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis mulai diterapkan pada Pelita IV. Kebijaksanaan ini bertujuan meningkatkan neraca pembayaran dengan mengambil langkah-langkah efisiensi dalam penggunaan devisa untuk impor, peningkatan penanaman modal luar negeri serta pemantapan nilai tukar riil rupiah terhadap valuta asing. Untuk mendukung semua ini dilakukan deregulasi dan debirokrasi.

 

 


SUMBER DAN TEORI MASUKNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA

            SUMBER MASUKNYA AGAMA DAN KEBUAYAAN HINUD-BUDHA DI INDONESIA a. Sumber Dari India Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapa...