Proses Kedatangan Bangsa Eropa Diberbagai Daerah
a.
Latar Belakang
Kelatarbelakangan bangsa Eropa ke Indonesia
karena terjadinya perang salib antara islam Turki dan nasrani Eropa yang
disebabkan karena larangan terhadap orang-orang nasrani untuk berziarah ke kota
sucinya. Tahun 1453, kemenangan berada ditangan Islam Turki dengan jatuhnya
konstantinopel ke tangan Turki.Jatuhnya konstantinopel ketangan Turki menyebabkan
terputusnya hubungan perdagangan antara Eropa dengan Asia Barat yang berakibat
rempah-rempah menjadi langka dan sulit dicari dipasaran Eropa. Kelangkaan
rempah-rempah inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa berusaha mencari sumber
utama rempah-rempah dan sekaligus menjelajahi
jalur pelayaran ke wilayah yang banyak memiliki bahan rempah-rempah, termasuk
kepulauan Nusantara (Indonesia) yang ada di Indonesia
b. Faktor Pendorong Penjelajahan Samudra
Faktor
pendorong penjelajahan samudra yaitu :
ü Gold (mencari kekayaan berupa rempah-rempah)
ü Gospel (menyebarkan agama nasrani)
ü Glory (mencari kejayaan)
ü Faktor Iptek, yaitu sarana pendukung berupa kompas,
teropong, mesin dan peta
ü Jatuhnya konstantinopel ketangan bangsa Turki
c. Tokoh-tokoh penjelajah samudra
Ø Penjelajah-penjelajah Portugis
o
Bartholomeus Diaz
o
Vasco Da Gama
o
Alfonso D’albuquerque
Ø Penjelajah-penjelajah spanyol
o
Christophorus Columbus
o
Ferdinan Magelhaens
Penjelajahan Samudra
Bangsa
Eropa terkenal dengan kemahiranya dalam pelayaran, selain itu dalam pencarian
rempah-rempah hingga perburuan mutiara
dari timur (rempah- rempah) ada juga faktor yang mendorong penjelajahan samudra, yaitu :
a Adanya
semangat penaklukan (reconquista) terhadap
orang – orang yang beragama
islam.
b.Jatuhnya Kontantinopel, ibu kota Imperium ke tangan Dinasti
Usmani Turki.
c.Adanya
keinginan mengetahui lebih jauh mengenai
rahasia alam semesta,
keadaan geografi, dan bangsa – bangsa yang tinggal di belahan bumi lain.
d.Adanya
keinginan untuk mendapatkan rempah–
rempah.
e.Kisah
penjelajahan Marcopolo ( 1254-1324), seorang
pedagang dari Venesia, Italia ke Cina yang dituang dalam buku Book of Various
Experience.
f.Ingin
memperoleh keuntungan /
kekayaa yang sebanyak
– banyaknya.
g.Adanya
teori Copernicus dan Galileo Galilei
bahwa bumi bulat
h.Semangat 3G (Gold:
emas, Glory: kejayaan,
dan Gospel: penyebaran agama Nasrani)
i.Kemajuan dibidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terutama
pada Teknologi Pembuatan Kapal dan Navigasi
(ditemukannya kompas)
Masuknya Bangsa
Portugis ke Indonesia
Bangsa
Portugis telah berhasil mencapai India (Kalikut) 1498. Bangsa Portugis berhasil
mendirikan kantor dagangnya di Gowa pada tahun1509. Pada tahun 1511 di bawah pimpinan d’Albuquerque Portugis berhasil menguasai Malaka. Dari Malaka di bawah pimpinan d’Abreu tahun 1512 Portugis telah sampai di Maluku dan diterima baik oleh Sultan Ternate yang pada waktu
itu sedang bermusuhan dengan Tidore. Portugis
berhasil mendirikan benteng dan mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah. Selain mengadakan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku,
Portugis juga aktif menyebarkan agama Kristen (Katolik) dengan tokohnya yang terkenal ialah Franciscus Xaverius.
Portugis ini tidak hanya memusatkan kegiatannya di Indonesia bagian timur (Maluku), tetapi juga ke
Indonesia bagian barat (Pajajaran).
Pada tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh
Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau membantu dalam menghadapi ekspansi
Demak. Selain mengadakan monopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku, Portugis juga aktif menyebarkan agama Kristen (Katolik) dengan tokohnya yang
terkenal ialah Franciscus Xaverius. Portugis
ini tidak hanya memusatkan kegiatannya di Indonesia bagian timur
(Maluku), tetapi juga ke Indonesia bagian barat (Pajajaran).
Pada
tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau membantu dalam menghadapi ekspansi
Demak. Terjadilah Perjanjian Sunda Kelapa (1522) antara
Portugis dan Pajajaran, yang isinya sebagai berikut
:
a.Portugis diijinkan mendirikan benteng
di Sunda Kelapa.
b.Pajajaran akan menerima barang-barang yang dibutuhkan dari Portugis termasuk
senjata.
c.Portugis akan memperoleh lada dari pajajaran
menurut kebutuhannya.
Awal tahun 1527 Portugis
datang lagi ke Pajajaran untuk
merealisasi Perjanjian Sunda
Kelapa, namun disambut
dengan pertempuran oleh pasukan Demak di bawah pimpinan
Fatahilah. Pertempuran berakhir dengan kemenangan dipihak pasukan Demak. Sejak saat itu Suda Kelapa namanya
diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang).
MASUKNYA BANGSA PORTUGIS KE INDONESIA
Kedatangan bangsa Portugis sampai di Indonesia
(Maluku) segera diikuti
oleh bangsa Spanyol.
Ekspedisi bangsa Spanyol
di bawah pimpinan
Magelhaen, pada tanggal
7 April 1521 telah sampai di
Pulau Cebu. Rombongan Magelhaen diterima
baik oleh Raja Cebu sebab pada waktu itu Cebu sedang bermusuhan dengan Mactan. Persekutuan dengan Cebu ini harus dibayar
mahal Spanyol sebab dalam
Kedatangan
bangsa Spanyol ini diterima baik oleh Sultan Tidore yang saat itu sedang bermusuhan dengan Portugis, Sebaliknya,
kedatangan Spanyol di Maluku bagi
Portugis merupakan pelanggaran atas “hak monopoli”. Oleh karena itu, timbullah persaingan antara Portugis
dan Spanyol. Sebelum
terjadi perang besar, akhirnya diadakan
Perjanjian Saragosa (22 April 1529) yang isinya sebagai
berikut:
MASUKNYA BANGSA BELANDA KE INDONESIA
Sebelum
datang ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli rempah-rempah di Lisabon (ibu kota Portugis). Pada waktu itu Belanda masih berada di bawah penjajahan Spanyol. Mulai tahun 1585, Belanda
tidak lagi mengambil
rempah- rempah dari Lisabon karena Portugis dikuasai
oleh Spanyol. Dengan putusnya hubungan perdagangan rempah-rempah antara
Belanda dan Spanyol mendorong bangsa Belanda
untuk mengadakan penjelajahan samudra.
Pada
bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara dengan empat buah kapal di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman. Dalam
pelayarannya menuju ke timur, Belanda
menempuh rute Pantai Barat Afrika
–Tanjung Harapan– Samudra
Hindia–Selat Sunda–Banten. Pada
saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad(1580–1605) Kedatanganrombongan Cornelis
de Houtman, pada mulanya
diterima baik oleh masyarakat Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten. Namun, karenanya sikap yang kurang
baiksehingga orang Belanda kemudian diusir dari Banten. Selanjutnya, orang-orang Belanda meneruskan perjalanan ke timur akhirnya sampai di Bali Rombongan kedua
dari Negeri Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck dan Van Waerwyck,
dengan delapan buah kapalnya
tiba di Banten pada bulan November
1598. Sementara itu hubungan Banten dengan Portugis sedang memburuk
sehingga kedatangan bangsa Belanda diterima dengan
baik. Sikap Belanda sendiri juga sangat hati-hati dan pandai mengambil hati para penguasa Banten sehingga tiga buah kapal mereka penuh dengan muatan rempah-rempah (lada) dan dikirim ke Negeri Belanda,
sedangkan lima buah kapalnya yang lain menuju ke Maluku.
Keberhasilan rombongan
Van Neck dalam perdagangan rempah-rempah, mendorong orang-orang Belanda yang lain untuk datang ke
Indonesia. Akibatnya terjadi persaingan di antara pedagang-pedagang Belanda sendiri. Setiap kongsi bersaing secara ketat. Di samping itu,
mereka juga harus menghadapi persaingan dengan Portugis,
Spanyol, dan Inggris.
Melihat gelagat yang demikian, Olden Barneveld
menyarankan untuk membentuk perserikatan dagang yang mengurusi perdagangan di Hindia Timur. Pada tahun 1602 secara
resmi terbentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie
(VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur. VOC membuka
kantor dagangnya yang pertama di Ambon (1602)
di kepalai oleh Francois Wittert.
Tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai
berikut:
a.Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara
sesama pedagang Belanda.
b.Untuk
memperkuat posisi Belanda
dalam menghadapi persaingan, baik dengan sesama
bangsa Eropa, maupun
dengan bangsa-bangsa Asia.
c.Untuk
mendapatkan monopoli perdagangan, baik impor maupun ekspor.
Masuknya Bangsa Inggris
ke Indonesia
Perlu dipahami
bahwa setelah Portugis
berhasil menemukan kepulauan
Maluku, perdagangan rempah-rempah semakin meluas. Dalam waktu singkat
Lisabon berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa Barat. Dalam kaitan ini Inggris
dapat mengambil keuntungan besar dalam perdagangan rempah- rempah karena Inggris mendapatkan rempah-rempah secara bebas dan relatif
murah di Lisabon.
Rempah-rempah itu kemudian
diperdagangkan di daerah-daerah Eropa Barat bahkan sampai di Eropa Utara. Tetapi karena Inggris terlibat
konflik dengan Portugis sebagai
bagian dari Perang 80 Tahun, maka Inggris mulai
mengalami kesulitan untuk mendapatkan rempah-
rempah dari pasar Lisabon. Oleh karena itu, Inggris kemudian berusaha mencari sendiri negeri penghasil
rempah-rempah. Banyak anggota masyarakat, para pelaut dan pedagang
yang tidak melibatkan diri dalam perang justru mengadakan pelayaran dan penjelajahan samudra untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Dalam pelayarannya ke dunia
Timur untuk mencari daerah penghasil
rempah-rempah, Inggris sampai ke India. Para pelaut dan pedagang
Inggris ini masuk ke India pada tahun 1600.
Inggris justru memperkuat kedudukannya di India. Inggris
membentuk kongsi dagang yang
diberi nama East India Company (EIC).
Dari India inilah para pelaut dan
pedagang Inggris berlayar ke Kepulauan Nusantara untuk meramaikan perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, pada abad ke 18, sudah banyak
para pedagang- pedagang
Inggris yang berdagang sampai ke Indonesia, bahkan sejak Belanda masih berkuasa di Indonesia dengan sekutunya Perancis.
Inggris bahkan sempat mengancam
monopoli perdagangan yang dilakukan Belanda
dengan perusahaan dagangnya, yaitu VOC.
Pada
tahun 1602, pemerintah Inggris mengirim utusannya ke Banten guna mengadakan hubungan bilateral antara
pedagang Inggris dengan
Banten. Hasil dari pertemuan ini adalah diberikannya izin oleh Sultan Banten untuk Inggris mendirikan kantor dagang di Banten. Selain
di Banten, Inggris juga membangun kantor
dagang di Jayakarta. Hingga abad ke 16, Inggris telah mendirikan banyak kantor dagang di daerah Indonesia, seperti Gowa, Makassar,
dan Aceh. Tetapi dengan sikapnya
yang sombong dan otoriter, masyarakat Indonesia tidak menyukai
pedagang-pedagang Inggris. periode
masuknya bangsa- bangsa Eropa ke Indonesia
adalah sebagai berikut:
Perkembangan Penjajahan Portugis di Indonesia
Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan
pelayaran dari Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200
orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah
kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis
sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat
oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang
baru saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya. Malaka
akhirnya berhasil ditaklukan oleh
Portugis.
Albuquerque
menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia mempersiapkan pertahanan Malaka untuk
menahan setiap serangan balasan orang- orang
Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang
pertama untuk mencari Kepulauan
Rempah. Sesudah itu dia berangkat ke India dengan kapal besar, dia berhasil
meloloskan diri ketika kapal
itu karam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka.
Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi
pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan
dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate
itu berjanji akan menyediakan
cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng
di pulau Ternate.
Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat,
dan pengasuhnya yaitu Kacili Darwis
berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama
Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista
atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate
menggunakan istilah Kastela untuk
benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama.
Sejak tahun 1522 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara
Portugis dan Ternate.
Hubungan
Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena upaya Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku
orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada
tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523- 1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai
nama Dom Manuel,
dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan
hal-hal yang dituduhkan kepadanya, dia dikirim
kembali ke Ternate
untuk menduduki singgasananya
lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, dia
menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas.
Akhirnya
orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535- 1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate
pada tahun 1575 setelah terjadi
pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan
membangun benteng baru pada tahun
1578. Akan tetapi Ambonlah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis
di Maluku sesudah
itu. Ternate sementara
itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut
Islam dan anti Portugis dibawah
pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said
ad-Din Berkat Syah (1584-1606).
Diantara para petualang Portugis
tersebut ada seorang
Eropa yang tugasnya
memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini
bernama Francis Xavier (1506-1552)
dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang
Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun
1560-an terdapat sekitar
10.000 orang katolik
di wilayah itu dan pada tahun 1590-an
terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses
mengkristenkan Solor. Pada tahun
1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Kristen
di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang
Selama berada di Maluku, orang- orang Portugis
meninggalkan beberapa
pengaruh kebudayaan mereka seperti balada-
balada keroncong romantis
yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Kosa kata Bahasa Indonesia juga
ada yang berasal dari bahasa Portugis yaitu pesta, sabun, bendera, meja, Minggu, dll. Hal ini mencerminkan peranan bahasa Portugis disamping bahasa
Melayu sebagai lingua franca di
seluruh pelosok nusantara sampai awal abad XIX. Bahkan di Ambon masih
banyak ditemukan nama-nama keluarga
yang berasal dari Portugis seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves, Mendoza, Rodriguez, da Silva, dan lain-lain. Pengaruh
besar lain dari orang-orang Portugis
di Indonesia yaitu penanaman agama Katolik di beberapa daerah
timur di Indonesia.
Perkembangan Penjajahan Spanyol di Indonesia
Portugis dan Spanyol merupakan
tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma semenjak
perluasan wilayah yang dilakukan
kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453.
Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi
dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis
dan Spanyol menjadi adikuasa
di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik
itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan
Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur
dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi
dalam perjanjian Tordesillas, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol
ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika
kapal- kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi
penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak
semua yang menjadi
“fatwa” gereja adalah
Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa
dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut
theokratis ambruk.
Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther
dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar
pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika. Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis
menelusuri dari pesisir
pantai Afrika dan samudera Hindia.
Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan
dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand
Maggelan menelusuri Pasifik
dan tiba di pulau
Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud
di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah
persaingan maka diakan perjanjian saragosa.
Perjanjian tersebut
membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuh belas
derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,Spanyol merasa dirugikan karena
tidak meraih lintas niaga dengan gugusan
kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542.
Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol
dengan 370 awak kapal pimpinan
Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik
Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan
wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara. Dari pelayaran
ini Villalobos mendarat
digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja
Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol.
Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan
Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis.
Alasannya karena gugusan
kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika- Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi
niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang
juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya
Spanyol kehilangan pengaruh
di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi
dan menjalin hubungan
dengan masyarakat Minahasa.
Peperangan di Filipina Selatan
turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab
utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani
kapal-kapal Spanyol. Sistem
perkapalan Spanyol bertumpu
pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak
Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar
500 – 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan
para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis
dan terlalu dibatasi
dalam pelayaran panjang,
untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija
termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), dan kunyit. Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah
yang dikuasai untuk persediaan logistik
makanan awak kapal dan ratusan
pendayung.
Sejak itu budaya makan “pidis” yang diramu dengan
berbagai bumbu masak
yang diperkenalkan pelaut
Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa. Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner
Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini
juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada,
di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada
khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai
dari kalangan “pendayung” yang menetap
dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur
mereka. Mereka menikahi
perempuan-perempuan penduduk
setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir
Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur
dan berasimilasi dengan penduduk setempat,
sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk
dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa
tidak canggung dan mudah bergaul
menghadapi orang-orang Barat.
Minahasa
juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu
oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang- orang
Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka
terjadi pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan
total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Perkembangan Penjajahan Belanda di Indonesia
Era VOC (Perserikatan Dagang Hindia Timur)
Besarnya keuntungan yang diperoleh dari perdagangan rempah-rempah dan didukung oleh pengusiran bangsa Portugis menyebabkan para penguasa di Belanda bersaing
untuk berlayar ke Maluku. Harga
rempah-rempah di Eropa pun semakin
tidak terkendali. Melihat
kenyataan ini. Parlemen
Belanda atau Staten Generaal mengusulkan agar semua perusahaan pelayaran membentuk sebuah kongsi
dagang pada tahun 1598. Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi
penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-
kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. VOC mempunyai hak-hak
istimewa yang disebut
hak Oktrooi yang diberikan oleh parlemen Balanda. Hak tersebut adalah sebagai berikut:
1.Hak monopoli dagang di wilayah-wilayah antara Amerika
Selatan dan Afrika.
2.Hak memiliki angkatan
perang dan membangun
benteng pertahanan.
3.Hak berperang dan menjajah
4.Hak mengangkat pegawai.
5.Hak melakukan pengadilan dan hak mencetak
dan mengedarkan uang
Di
samping hak-hak istimewanya, VOC juga memiliki
kewajiban khusus terhadap
pemerintahan Belanda. VOC wajib melaporkan
hasil keuntungan dagangnya
kepada Staten General atau
parlemen Balanda dan membantu pemerintah Belanda dalam kondisi perang. Tujuan utama VOC adalah
mempertahankan monopolinya
terhadap perdagangan rempah-rempah
di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah- rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang
dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika
penduduk Kepulauan
Banda terus menjual biji pala
kepada pedagang Inggris,
pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh populasi
dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,
pada tahun 1618, Pangeran Jayakarta
diserang oleh Kerajaan Banten. Kerajaan Banten di bantu oleh Inggris.
Pada
tanggal 30 Mei 1619, Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen, mengirimkan tujuh belas buah kapal untuk menyerang dan
memukul mundur pasukan Banten. Pasukan Kerajaan
Banten berhasil dikalahkan. Jan Pieterzon Coen kemudian membangun kembali kota Jayakarta dan memberinya nama Batavia. Batavia dijadikan pusat perdagangan dan kekuasaan Belanda
dan Batavia juga resmi dijadikan
markas besar VOC di Indonesia. Dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia, Belanda melancarkan politik adu domba (devide
et impera).
Pada
akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang sangat besar dan utang yang dimilikinya
berjumlah sangat besar. Hal ini juga diakibatkan oleh:
a.persaingan dagang dari bangsa
Perancis dan Inggris,
b.penduduk Indonesia, terutama Jawa telah menjadi
miskin, sehingga tidak mampu membeli
barang-barang yang dijual
oleh VOC
c.perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli
perdagangan VOC,
d.pegawai-pegawai VOC banyak melakukan
korupsi dan kecurangan- kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu
kecil,
e.VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya
cukup besar untu memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai,
terutama di Jawa dan Madura.
Era Pemerintah Hindia Belanda
Maka pada tahun 1799,
VOC akhirnya dibubarkan. Pada tahun 1807, Republik
Bataafsche dihapuskan oleh Kaisar Napoleon
Bonaparte dan diganti
bentuknya menjadi Kerajaan Holland di bawah pemerintahan Raja Louis
Napoleon Bonaparte (adik dari
Kaisar Napoleon).
VOC
akhirnya dibubarkan pada tahun 1799. Segala tanggung jawab VOC diambil alih oleh Kerajaan
Belanda dan terbentuknya pemerintahan Hindia Belanda
(Nederlands Indies). Pengambilan kekuasaan ini dimaksudkan agar wilayah Indonesia tetap berada dalam pengendalian
Belanda. Dalam hal perkembangannya, Raja
Louis Napoleon Bonaperte, yang
bertanggung jawab atas wilayah Kerajaan Belanda, menunjuk
Herman Williem Daendels
sebagai Gubernur Jendral
di Indonesia. Dari tahun 1808-1811 Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jendral
Belanda di Indonesia
dengan tugas utamanya
adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
pasukan Inggris. Dalam upaya tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan ketentaraan.
Untuk memperkuat angkatan
perangnya, Daendels melatih
orang-orang Indonesia, karena tidak mungkin
ia menambah tentaranya dari orang-orang belanda yang didatangkan dari negeri belanda. Pembangunan angkatan perangnya ini dilengkapi
dengan pendirian tangsi-tangsi atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara. Di samping
itu, atas dasar pertimbangan pertahanan, Daendels memerintahkan pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa
Barat sampai Panarukan di Jawa Timur.
Pembuatan jalan ini menggunakan tenaga rakyat dengan sistem kerja paksa atau kerja rodi, hingga selesainya pembuatan
jalan itu. Untuk orang Belanda,
pekerjaan menyelesaikan pembuatan
jalan pos ini merupakan keberhasilan yang gemilang, tetapi lain
halnya dengan bangsa Indonesia, di mana setiap
jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap rintihan dan jeritan jiwa orang yang mati dalam pembuatan jalan tersebut.
Setelah
pembuatan jalan selesai, Daendels memerintahkan pembuatan perahu- perahu kecil, karena perahu-perahu perang
Belanda tidak mungkin dikirim dari negeri
Belanda ke Indonesia. Selanjutnya pembuatan pelabuhan-pelabuhan tempat bersandarnya perahu-perahu perang itu,
Daendels merencanakan di daerah Banten Selatan. Pembuatan
pelabuhan itu telah memakan ribuan korban jiwa orang Indonesia di Banten akibat dari penyakit
malaria yang menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembuatan
pelabuhan itu tidak selesai. Walaupun
Daendels bersikeras untuk tetap
menyelesaikannya, tetapi Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa rakyat Banten tidak ada harganya,
sehingga hal ini mengakibatkan pecahnya perang antara
Daendels dengan Kerajaan Banten.
Di
samping itu, pembuatan pelabuhan di Merak juga mengalami kegagalan dan hanya usaha untuk memperluas pelabuhan di
Surabaya yang cukup memuaskan. Pada
tahun 1810 Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte
dihapuskan oleh Kaisar
Napoleon Bonaparte. Negeri
Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan
demikian, wilayah jajahannya di Indonesia secara
otomatis menjadi wilayah
jajahan Perancis. Napoleon
menganggap bahwa tindakan
Daendels sangat otokratis (otoriter), maka pada tahun 1811 ia dipanggil
kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal
Jansens.
Kebijakan Cultuurstelsel (Tanan
Paksa)
Belanda
kembali menguasai wilayah Indonesia berdasarkan Konvensi London tahun 1814. Pemerintahan kolonial Belanda selanjutnya dipegang oleh sebuah komisi
yang beranggotakan Vander Capellen, Elout, dan Buyskes. Van der Capellen mempunyai peranan paling besar, ia
merusaha mengeruk keuntungan sebanyak mungkin.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutang-hutang Belanda yang cukup besar selama perang. Kebijakan
yang di ambil oleh Van der Capellen salah satunya
adalah dengan menyewakan tanah kepada penguasa-penguasa Eropa. Selanjutnya
pemerintah kolonial Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jendral Van den Bosch mengambil
kebijakan tanam paksa pada tahun 1830 yang dikenal sebagai
cultuurstelsel dalam bahasa Belanda
yang mulai diterapkan di Indonesia.
Sistem
Tanam Paksa telah merendahkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia di rendahkan sampai menjadi perkakas
bangsa Asing dalam usaha penjajah asing untuk
mengisi kasnya. Keadaan rakyat sudah
tentu kacau, sawah dikurangi untuk keperluan tanam paksa, rakyat
dipaksa bekerja dimana-mana, kadang-kadang harus bekerja
di kebun yang letaknya sampai 45 kilometer
dari desanya. Kerja rodi dilaksanakan, pajak tanah harus dibayar,
di pasar di peras oleh orang asing yang memborong
pasar- pasar itu. Ditambah lagi para pegawai
pemerintah kolonial Belanda ikut-ikutan memeras rakyat.
Dalam sistem ini, para penduduk
dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi
permintaan pasar dunia pada saat itu,
seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman
itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem
ini membawa keuntungan yang sangat besar untuk pihak Belanda
dari keuntungan ini, utang
Belanda dapat dilunasi dan semua masalah keuangan bisa diatasi.
Demikianlah nasib rakyat Indonesia
yang di jajah Belanda. Akibat program- program
Belanda yang ingin menambah kas keuangan mereka rakyat menjadi
sengsara, kelaparan merajalela, bahkan sampai menimbulkan kelaparan yang berujung kematian. Keadaan ini menimbulkan
reaksi yang keras sampai di negeri Belanda.
Mereka berpendapat bahwa sistem tanam paksa dihapuskan dan diganti keikutsertaan pihak swasta Belanda untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Sistem tanam paksa kemudia
secara berangsur-angsur dihapuskan tahun 1861, 1866,
1890, dan 1916.
Politik Pintu Terbuka
Pada
tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering disebut ”Politik Pintu Terbuka
(open door policy)”. Sejak saat itu pemerintah
Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk
menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
Periode antara tahun 1870 -1900 disebut zaman liberalisme. Pada waktu itu pemerintahan Belanda dipegang oleh kaum
liberal yang kebanyakan terdiri dari pengusaha
swasta mendapat kesempatan untuk menanam modalnya di Indonesia dengan cara besar-besaran. Mereka mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh, tebu, kina, kelapa,
cokelat, tembakau, kelapa sawit dan sebagainya.
Mereka juga mendirikan pabrik seperti pabrik gula, pabrik cokelat, teh, rokok, dan lain-lain. Pelaksanaan politik
kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang Agraria
dan Undang-Undang Gula.
Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) 1870
Undang-undang
ini merupakan sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870
sampai 1960. Peraturan itu hapus dengan dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria
tahun 1960) oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Jadi Agrarische Wet itu telah berlangsung selama 90 tahun hampir mendekati satu abad umurnya.Wet itu tercantum dalam pasal 51 dari Indische
Staatsregeling, yang merupakan peraturan pokok dari undang-undang Hindia Belanda.
Menteri jajahan
Belanda De Waal, berjasa menciptakan wet ini yang isinya, antara
lain sebagai berikut:
1. Gubernur jenderal
tidak boleh menjual tana
2.Gubernur jenderal
boleh menyewakan tanah menurut
peraturan undang- undang.
3.Dengan
peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak Erfpacht,
yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa
tanah dari gubernemen paling lama 75 tahun, dan seterusnya.
Undang-undang agraria
pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia adalah milik pemerintah
kerajaan Belanda. Maka pemerintah Belanda memberi
mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk
dalam jangka waktu yang
panjang. Sewa-menyewa tanah itu diatur dalam Undang-Undang Agraria
tahun 1870. Undang-undang itu juga dimaksudkan untuk melindungi petani,
agar tanahnya tidak lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangan para
pengusaha. Tetapi seringkali hal itu tidak diperhatikan oleh pembesar-pembesar pemerintah.
Dengan
dibukanya perkebunan di daerah pedalaman, maka rakyat di desa- desa langsung berhubungan dengan dunia modern.
Mereka mulai benar-benar mengenal artinya uang.
Mereka juga mengenal
hasil bumi yang diekspor
dan barang luar negeri yang diimpor, seperti tekstil. Hal ini tentu membawa kemajuan bagi petani. Sebaliknya
usaha bangsa sendiri banyak yang terdesak, misalnya
usaha kerajinan, seperti
pertenunan menjadi mati. Di antara pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik. Karena
adanya perkebunan- perkebunan itu, Hindia Belanda menjadi negeri pengekspor hasil perkebunan.
Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
Dalam
undang-undang ini ditetapkan bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar Indonesia,
tetapi harus diproses di dalam
negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan yang luas
untuk mendirikan pabrik gula baru.
Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting. Apalagi sesudah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga meningkat.
swasta asing di Indonesiaseperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur,
perkebunan tebu di Jawa Tengah
dan Jawa Timur, dan perkebunan
karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi
penanaman modal di bidang pertambangan, seperti tambang timah di Bangka dan tambang
batu bara di Umbilin.
Khusus
perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunan- perkebunan Sumatera Timur, untuk memperoleh jaminan
bahwa mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk beberapa tahun.
Dalam tahun 1888 pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan peraturan
pertama mengenai persyaratan
hubungan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut (Koelie
Ordonnantie). Koeli Ordonnantie ini,
yang mula-mula hanya berlaku untuk Sumatera
Timur tetapi kemudian berlaku pula di semua wilayah Hindia Belanda di luar
Jawa, memberi jaminan-jaminan tertentu pada majikan terhadap
kemungkinan pekerja- pekerja
melarikan diri sebelum masa kerja mereka menurut kontrak kerja habis.
Di lain pihak juga diadakan peraturan-peraturan yang melindungi para pekerja terhadap tindakan sewenang-wenang
dari sang majikan. Untuk memberi kekuatan pada peratuan-peraturan dalam Koeli Ordonnantie, dimasukkan pula peraturan mengenai hukuman-hukuman yang dapat dikenakan terhadap
pelanggaran, baik dari pihak majikan
maupun dari pihak pekerja. Dalam kenyataan ternyata bahwa ancaman
hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan peraturan di atas
kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian ancaman hukuman
untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas pundak pekerja- pekerja perkebunan. Ancaman hukuman yang dapat dikenakan
pelaksanaan politik pintu
terbuka, tidak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
tetap buruk nasibnya.
Banyak di antara penduduk yang bekerja di perkebunan-perkebunan
swasta dan pabrik-pabrik dengan perjanjian kontrak kerja. Mereka terikat kontrak yang sangat
merugikan. Mereka harus bekerja keras tetapi
tidak setimpal upahnya dan tidak terjamin makan dan kesehatannya. Nasib
rakyat sungguh sangat sengsara dan miskin.
Kebijakan Politik Etis
Melihat
kenyataan banyaknya rakyat Indonesia yang menderita akibat kenijakan Pemerintah Kolonial Belanda, para
pengabdi kemanusiaan yang dulu
menentang tanam paksa, mendorong pemerintah colonial untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Sudah menjadi kewajiban
pemerintah Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia,
baik jasmani maupun rohaninya. Dengan dalih untuk memajukan bangsa Indonesia
itulah kemudian dilaksanakan Politik Etis.
Pada pekerja-pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan- ketentuan kontrak
kerja kemudian terkenal
sebagai poenale sanctie. Poenale sanctie membuat ketentuan
bahwa pekerja-pekerja yang melarikan
diri dari perkebunan- perkebunan Sumatera Timur dapat ditangkap oleh polisi dan dibawa
kembali ke perkebunan dengan kekerasan jika mereka mengadakan perlawanan. Lain-lain hukuman dapat berupa kerja paksa pada
pekerja-pekerja umum tanpa pembayaran atau
perpanjangan masa kerja yang
melebihi ketentuan-ketentuan kontrak
kerja.
Pencetus
politik etis (politik balas budi) ini adalah Van Deventer. Van Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia
denga nmenulis karangan dalam majalah DeGids yang berjudul
Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer
menjelaskan bahwa Belanda
telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang
budi itu harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib
rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan
Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat tersebut, yaitu memajukan.
a.Edukasi (Pendidikan). Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa
Indonesia sehingga
dapat diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi keterbelakangan.
b.Irigasi
(pengairan). Dengan
irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan
produksinya bertambah.
c.Emigrasi
(pemindahan penduduk). Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga
untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa.
Pendukung Politik Etisusulan Van Deventer adalah sebagai berikut.
a.Mr. P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis
buku berjudul De Ethische
Koers In de Koloniale Politiek
(Tujuan Ethis dalam
Politik Kolonial).
b.K.F. Holle, banyak
membantu kaum tani.
c.Van Vollen Hoven,
banyak memperdalam hokum adat pada beberapa suku bangsa di Indonesia.
d.Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan
penduduk pribumi
e.Leivegoed, seorangjurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
f.Van Kol, banyak menulis tentang keadaanp emerintahan Hindia Belanda.
g.Douwes
Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar, bercerita tentang kondisi masyarakat Indonesia saat itu.
Usulan Van Deventer tersebut
mendapat perhatian besar dari pemerintah Belanda, pemerintah Belanda
menerima saran tentang
Politik Etis, namun akan diselaraskan dengan sistem kolonial
di Indonesia. (Edukasi
dilaksanakan, tetapi semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan). Pendidikan dipisah- pisah antara orang Belanda, anak bangsawan, dan rakyat.
Bagi rakyat kecil hanya tersedia
sekolah rendah untuk mendidik anak menjadi orang yang setia pada penjajah,
pandai dalam administrasi dan sanggup menjadi pegawai dengan gaji yang rendah.
Dalam
bidang irigasi (pengairan) diadakan pembangunan dan perbaikan. Tetapi pengairan tersebut tidak ditujukan untuk
pengairan sawah dan ladang milik rakyat, namun
untuk mengairi perkebunan-perkebunan milik swasta asing dan pemerintah kolonial.
Emigrasi
juga dilaksanakan oleh pemerintah Belanda bukan untuk memberikan penghidupan yang layak serta pemerataan
penduduk, tetapi untuk membuka hutan- hutan
baru di luar pulau Jawa bagi perkebunan dan perusahaan swasta asing. Selain itu juga untuk
mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Jelaslah
bahwa pemerintah Belanda telah menyelewengkan Politik Etis. Usaha- usaha yang dilaksanakan baik edukasi,
irigasi, dan emigrasi, tidak untuk memajukan
rakyat Indonesia, tetapi untuk kepentingan penjajah itu sendiri. Sikap penjajah Belanda yang demikian itu telah menyadarkan
bangsa Indonesia bahwa penderitaan dan kemiskinan
rakyat Indonesia dapat diperbaiki jika bangsa Indonesia bebas merdeka dan berdaulat.
Perkembangan Penjajahan Inggris di Indonesia
Penjajahan Inggris
di Indonesia berlangsung singkat
yaitu sekitar 5 tahun. Inggris
menguasai pulau Jawa setelah melakukan penyerangan dengan menggunakan 60 kapal dan berhasil
menguasai Batavia pada 26
Agustus 1811 kemudian diteruskan dengan Kapitulasi
Tuntang pada 18 September 1811 Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris.
Saat itu yang memimpin Indonesia
adalah Stamford Raffles
yang memiliki kebijakan-kebijakan diantaranya.
a.
Pemerintahan
Raffles membagi
pulau Jawa menjadi
16 Karesidenan, sistem ini diteruskan Belanda sampai akhir pendudukan di Indonesia. Dengan
adanya sistem karesidenan ini memudahkan Inggris
dalam mengorganisir pemerintahan. Selain itu juga mengubah sistem pemerintahan ke corak barat.
b.
Bidang Ekonomi
Raffles
juga menghapus pajak hasil bumi (Contingenten)
serta sistem penyerahan wajib (Verplichte leverentie) yang dahulu
diterapkan oleh VOC. Raffles
melakukan sistem sewa tanah untuk mendapatkan pemasukan
kas Inggris. Namun pelaksanaannya mengalami
kegagalan, ada 3 faktor yang menjadi penyebab
kegagalan yaitu : Sulitnya menentukan jumlah pajak tanah karena harus
melakukan pengukuran dan penelitian
tentang kesuburan tanah, Sistem uang sebagai pajak yang harus dibayar belum berlaku sepenuhnya di masyarakat Indonesia, Kepemilikan tanah masih bersifat tradisional.
c.
Hukum
Pada
bidang hukum, Raffles mengubah
pelaksanaan hukum yang sebelumnya pada pemerintahan Daendels berorientasi
pada ras (warna kulit) namun pada masa Raffles
lebih cenderung pada besar kecilnya
kesalahan.
d.
Sosial
Raffles menghapus
adanya kerja rodi dan perbudakan, namun dalam kenyataannya Raffles juga melakukan
pelanggaran undang - undang dengan melakukan
kegiatan serupa.
e.
Ilmu Pengetahuan
Pada bidang Ilmu pengetahuan Raffles menulis suatu buku yang dinamakan History
of Java di London 1817. Selain itu ia juga menulis buku History of the East Indian Archipelago. Raffles mendukung perkumpulan Bataviaach Genootschap serta melakukan
temuan berupa bunga Rafflesia Arnoldi.
Raffles juga pernah mengundang para ahli pengetahuan dari luar negeri
untuk melakukan penelitian - penelitian di Indonesia.
Raffles menemukan bunga raksasa yang diyakini sebagai bunga terbesar di dunia bersama seroang bernama Arnoldi. Adanya gejolak di Eropa atas situasi Inggris dan Belanda berdampak pula bagi
pemerintahan Indonesia di bawah Inggris. Ditandatanganinya perjanjian London yang berisi bahwa Belanda
mendapatkan kembali
jajahannya pada 1814 menjadi
akhir dari pemerintahan Inggris di Indonesia. Belanda secara resmi kembali menguasai
Indonesia semenjak tahun 1816.
f.
Kebijakan Sewa Tanah Masa Pemerintahan Raffles
Setelah
Inggris menguasai Indonesia, Raffles ditunjuk untuk menjadi Gubernur EIC (East
Indies Company) di Indonesia yang diangkat pada 19 Oktober 1811 dan menjabat selama lima tahun (1811 - 1816).
Raffles yang menjabat sebagai Gubernur melakukan
perubahan - perubahan baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Kebijakan Contingenten yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Daendels kemudian diganti dengan kebijakan sistem
sewa tanah (Landrent). Dengan adanya kebijakan
ini, pribumi harus
membayar sewa atas tanah mereka,
karena semua tanah dianggap milik negara.
g.Pokok
Sistem Sewa Tanah
1.Kerja
paksa dan penyerahan wajib yang pernah berlaku
dihapuskan.
2.Hasil
pertanian oleh pribumi diambil langsung
oleh pemerintah tanpa adanya perantara dari bupati.
3.Rakyat harus membayar tanah atas kepemilikan tanah yang mereka
pergunakan kepada pemerintah.
h.
Kegagalan Sistem Sewa Tana
1.Sulitnya menentukan pajak untuk luas yang berbeda-beda kepada pemilik tanah.
2.Sulitnya menentukan tingkat kesuburan
suatu tanah
3.Terbatasnya jumlah pegawai
4.Sistem
uang belum sepenuhnya berlaku di masyarakat pedesaan
i.
Pembagian Wilayah Pada Masa Pemerintahan Raffles
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan oleh Raffles yaitu dengan membagi
wilayah Jawa menjadi 16
daerah karesidenan. Kebijakan ini dilakukan agar pemerintahan Inggris lebih mudah dalam melakukan pengawasan terhadap
daerah - daerah
di pulau Jawa. Setiap residen tersebut dikepalai
oleh seorang residen dan asisten residen. 16
Karesidenan tersebut diantaranya Madura, Banyuwangi, Besuki,
Pasuruan, Surabaya, Gresik,
Rembang, Jepara, Jipang-Grobogan, Kedu, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Batavia dan Banten. Untuk wilayah pedalaman
yaitu pada Kasunana
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta wilayah tersebut
meliputi Mancanegara Wetan dan Mancanegara Kilen. Setelah menentukan 16 karesidenan, kemudian
karesidenan tersebut dibagi menjadi wilayah
kabupaten yang dipimpin
oleh seorang bupati.
Bupati tersebut dibantu
oleh seorang patih yang bertugas
sebagai pengawas teritorial. Kepala residen membawahi
bidang pemerintahan, peradilan serta pajak negara.